
Saat anda pergi berbelanja suatu produk makanan, pernahkah anda memperhatikan komposisi (ingredient) produknya? Jika pernah, anda pasti akan menemukan komposisi dengan ‘kode E’, misalnya: E322, E471 atau E475. Apa sih sebenarnya kode E pada makanan? Kira-kira halal atau haram ya?
Kode E merupakan sistem penomoran bahan tambahan pangan yang ditetapkan oleh EFSA (European Food Safety Authority). Aturan ini pertama kali berlaku pada tahun 1962 untuk bahan pewarna makanan. Apabila suatu bahan tambahan pangan telah menerima nomor ini, artinya bahan tersebut telah melalui pengujian berstandar EFSA dan dinyatakan aman untuk digunakan pada makanan.
Kelompok Penomoran pada Kode E
Setiap Bahan Tambahan Pangan memiliki kategorinya sendiri. Ada yang tergolong sebagai bahan pewarna, perisa, emulsifier dan sebagainya. Di dalam sistem penomoran kode E, masing-masing kategori Bahan Tambahan Pangan dikelompokkan menurut kategorinya. Kategori pewarna dengan nomor E100-E199; bahan pengawet nomor E200-E299; antioksidan dan pengatur keasaman nomor E300-E399; penstabil, emulsifier dan thickener E400-E499; pengatur keasaman dan anti kempal E500-E599; penguat rasa (micin) E600-E699; antibiotik E700-E799; glazing agents, pemanis dan gas pengisi E900-E999; bahan tambahan lainnya E1000-E1599.
Isu Kode E Haram
Beberapa tahun belakangan, muncul isu-isu yang menyebutkan bahwa produk dengan ingredient ber-kode E mengandung babi (haram). Isu ini berkembang dan menyebar melalui media sosial. Beberapa orang percaya dan akhirnya takut untuk mengkonsumsi produk tertentu. Sebenarnya kode E tidak bisa menjustifikasi suatu ingredient berstatus halal atau haram. Namun, kita bisa menelusuri kode E tersebut terbuat dari bahan yang halal atau haram. Misalnya, kode E471 jika kita telusuri di mesin pencari google maka akan kita temui bahwa kode ini ialah untuk emulsifier mono dan di-gliserol sintetis. E471 dapat terbuat dari asam lemak tanaman maupun hewan, sehingga untuk muslim perlu berhati-hati, apabila pada produk tidak ditemukan logo halal maka kemungkinan dapat berasal dari bahan non-halal. Kode yang lain bagaimana? Misalnya, kode E322 yang merupakan bahan penstabil lesitin. Lesitin terbuat dari hidrolisis dinding sel tanaman (contoh: kedelai) atau kuning telur. Oleh karena bahan bakunya tidak berasal dari bahan yang non-halal, maka bahan tambahan pangan ini bersifat halal. Nah, sudah semakin tercerahkan bukan? Jadi, jangan lagi termakan berita hoaks ya. Tidak semua ingredient berkode E itu haram.
Ketidakpercayaan Masyarakat Eropa pada Kode E
Di kalangan masyarakat Eropa, rupanya juga terdapat isu-isu negatif yang beredar. Beberapa isu serupa dengan yang ada di Indonesia, seperti isu genetically modified atau modifikasi genetis, bahan tambahan pangan terbuat dari bahan non alami atau artifisial. Mereka juga peduli terhadap “apakah kode E dapat menjamin bahan tambahan pangan tersebut ramah lingkungan ?”. Ilmuwan dan Industri pangan disana berupaya untuk melakukan sosialisasi melalui media online, apps agar isu-isu ini dapat diatasi.
Referensi
GunstA and Roodenburg AJC. Consumer Distrust about E-numbers: A-Qualitative Study among Food Experts. Foods. 8(178):1-14. doi:10.3390/foods8050178.
Wageningen University. E471 Mono- and Diglycerides. http://www.food-info.net/uk/e/e471.htm
Wageningen University. E322 Lecithin. http://www.food-info.net/uk/e/e322.htm
Hello. This post was really motivating, particularly since I was browsing for thoughts on this subject last couple of days. Corette Lezley Marti
Some genuinely prime blog posts on this site, saved to bookmarks . Chiarra Alberik Pomfret
Hi my loved one! I wish to say that this post is awesome, nice written and come with approximately all significant infos. Melba Sansone Nodababus