Mengapa Zat Besi Perlu Ada Pada Makanan Kita?

Foto oleh form PxHere

Salah satu unsur penting dalam proses pembentukan sel darah merah adalah zat besi. Secara alamiah zat besi diperoleh dari makanan. Kekurangan zat besi dalam menu makanan sehari-hari dapat menimbulkan penyakit anemia gizi atau yang dikenal masyarakat sebagai penyakit kurang darah. Zat besi (Fe) merupakan jenis mineral mikro esensial yang mempunyai fungsi penting di dalam tubuh yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Di dalam tubuh, sebagian besar Fe terkonjugasi dengan protein dan terdapat dalam bentuk ferro atau ferri.

Bentuk zat besi yang tidak menyebabkan perubahan warna dan rasa, dibutuhkan untuk menghindari timbulnya sifat sensori yang tidak diinginkan. Pada produk berbasis gula (sukrosa), penambahan besi seringkali mengakibatkan perubahan warna dan rasa. Hal ini kemungkinan karena adanya reaksi antara zat besi dengan kontaminan yang sering ditemukan pada gula. Misalnya saja komponen fenolik yang berasal dari bagian lain tanaman (terutama daun) dan kemudian terbawa dalam proses ekstraksi. Oleh sebab itu, gula yang digunakan harus bersih. Selain itu, penggunaan ingredien yang mengandung komponen fenolik sebaiknya dihindari. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pemilihan fortifikan, termasuk besi, untuk permen adalah kemampuannya untuk bertahan dalam proses melting dan rekristalisasi, tanpa bereaksi.

Berdasarkan sumbernya ada dua jenis zat besi, yakni heme iron (berasal dari sumber hewani) dan non heme iron (berasal dari sumber nabati). Heme iron memiliki bioavailibilitas yang lebih baik, dibandingkan non-heme. Namun masalahnya heme iron menimbulkan warna gelap dan tidak dapat diterima oleh konsumen vegetarian. Selain dari sumber, perlu juga diperhatikan bentuk besi. Penggunaan besi yang berikatan dengan asam amino, seperti iron bis glycinate, akan menghasilkan warna coklat karena akan menyebabkan Reaksi Maillard, terutama untuk permen-permen yang mengandung sirup jagung (corn syrup).

Fungsi Zat Besi Bagi Tubuh

Alat Angkut Oksigen

Di dalam tubuh, fungsi utama  zat  besi adalah  dalam   produksi komponen pembawa oksigen yaitu hemoglobin dan mioglobin. Hemoglobin terdapat di dalam sel darah merah dan  merupakan protein  yang berfungsi untuk  untuk mengangkut oksigen ke berbagai jaringan-jaringan tubuh sedangkan mioglobin terdapat di dalam sel otot dan berfungsi untuk menyimpan dan mendistribusikan oksigen ke dalam sel-sel otot. Selain berfungsi  untuk memproduksi hemoglobin dan mioglobin, zat besi juga dapat tersimpan di dalam protein feritin, hemosidirin di dalam hati, serta di dalam sumsum tulang belakang. Sebagai indikator level jumlah zat besi di dalam tubuh, feritin yang bersirkulasi di dalam darah dapat  digunakan untuk menilai status zat  besi di dalam tubuh.

Sebagian besar besi berada dalam hemoglobin (molekul protein mengandung besi dari sel darah merah dan mioglobin di dalam otot). Hemoglobin dalam darah membawa oksigen untuk disalurkan ke seluruh tubuh. Miogloboin berperan sebagai reservoir oksigen: menerima, menyimpan dan melepas oksigen di dalam sel-sel otot.

Kemampuan Belajar

Beberapa bagian dari otak mempunyai kadar besi tinggi yang diperoleh dari transport besi yang dipengaruhi oleh reseptor transferin. Defisiensi besi berpengaruh negatif terhadap fungsi otak, terutama terhadap fungsi sistem neurotransmitter. Akibatnya, kepekaan reseptor saraf dopamin berkurang yang dapat berakhir dengan hilangnya reseptor tersebut. Daya konsentrasi, daya ingat, dan kemampuan belajar terganggu, ambang batas rasa sakit meningkat, fungsi kelenjar tiroid dan kemampuan mengatur suhu tubuh menurun.

Sistem kekebalan

Besi memegang peranan dalam sistem kekebalan tubuh. Respon kekebalan sel oleh limfosit-T terganggu karena berkurangnya pembentukan sel-sel tersebut, yang kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya sintesis DNA. Berkurangnya sistesis DNA ini disebabkan oleh gangguan enzim reduktase ribonukleotida yang membutuhkan besi untuk dapat berfungsi.

Absorbsi dan Metabolisme Zat Besi

Tubuh manusia mengandung sekitar 2 sampai 4 gram besi. Lebih dari 65% zat besi ditemukan di dalam hemoglobin dalam darah atau lebih dari 10% ditemukan di mioglobin, sekitar 1% sampai 5% ditemukan sebagai bagian enzim dan sisa zat besi ditemukan di dalam darah atau ditempat penyimpanan. Jumlah total besi ditemukan dalam orang tidak hanya terkait berat badan tetapi juga pengaruh dari berbagai kondisi psikologi termasuk umur, jenis kelamin kehamilan dan status tingkat pertumbuhan.

Tubuh sangat efisien dalam penggunaan besi. Sebelum diabsorpsi, di dalam lambung besi dalam bentuk feri direduksi menjadi bentuk fero. Hal ini terjadi dalam suasana asam di dalam lambung dengan adanya HCl dan vitamin C yang terdapat dalam makanan. Absorpsi terutama terjadi di bagian atas usus halus (duodenum) dengan bantuan alat angkut-protein di dalam sel mukosa usus halus yang membantu penyerapan besi, yaitu transferin dan feritin. Transferin, protein yang disintesis di dalam hati, terdapat dalam dua bentuk. Transferin dan feritin. Transferin, protein yang disintesis di dalam hati, terdapat dalam dua bentuk. Transferin mukosa mengangkut besi dari saluran cerna untuk mengikat besi lain, sedangkan transferin reseptor mengangkut besi melalui darah ke semua jaringan tubuh. Dua ion feri diikatkan pada transferin untuk dibawa ke jaringan-jaringan tubuh. Banyaknya reseptor transferin yang terdapat pada membran sel bergantung pada kebutuhan tiap sel. Kekurangan besi pertama dapat dilihat dari tingkat kejenuhan transferin.

Defisiensi Zat Besi

Kekurangan zat besi mengakibatkan terjadinya anemia. Anemia gizi besi dapat mengakibatkan gangguan kesehatan dari tingkat ringan sampai berat. Anemia pada ibu hamil akan menambah risiko mendapatkan bayi yang berat badannya rendah, risiko perdarahan sebelum dan pada saat persalinan, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan bayi jika ibu hamil menderita anemia berat.

Anemia sedang dan ringan dapat menimbulkan gejala lesu, lelah, pusing, pucat, dan penglihatan sering berkunang-kunang. Bila terjadi pada anak sekolah, anemia gizi akan mengurangi kemampuan belajar. Sedangkan pada orang dewasa akan menurunkan produktivitas kerja. Selain itu, penderita anemia lebih mudah terserang infeksi. Anemia gizi besi dapat diatasi dengan meminum tablet besi atau Tablet Tambah Darah (TTD). Kepada ibu hamil umumnya diberikan sebanyak satu tablet setiap hari berturut-turut selama 90 hari selama masa kehamilan. TTD mengandung 200 mg ferrosulfat, setara dengan 60 miligram besi elemental dan 0.25 mg asam folat. Penanggulangan anemia pada balita diberikan preparat besi dalam bentuk sirup.

Defisiensi zat besi pada anak dapat mengkibatkan anemia yang mempengaruhi pertumbuhan dan selera makan, mengurangi kemampuan belajar serta kognitif, dan juga sistem imun. Fortifikasi zat besi pada permen dapat menjadi solusi yang menarik, mengingat permen dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi anak-anak.

Jenis Makanan yang Mengandung Zat Besi

Besi biasanya selalu terkandung dalam makanan. Diet orang barat diperkirakan tidak lebih dari 5-7 mg besi per 1.000 kkal. Diet besi ditemukan dalam satu dari dua bentuk dalam makanan yaitu heme dan non heme. Besi heme terutama berasal dari hemoglobin dan mioglobin. Besi hem berada pada makanan hewani dan besi non hem berada pada makanan nabati. Besi nonheme umumnya terdapat dalam makanan (kacang-kacangan, buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian, dan tofu) dan dairy produk (susu, keju dan telur), meskipun dairy produk sangat sedikit mengandung besi. Besi nonheme biasanya berikatan dengan komponen makanan dan harus di hidrolisis atau dilarutkan terlebih dahulu baru di absorbsi. Sumber besi ialah makanan hewani, seperti daging, ayam, dan ikan. Sumber baik yang lainnya ialah telur, serelia tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau, dan beberapa jenis buah.

Makanan yang memiliki banyak kadar besi, yaitu hati dan organ daging, bukan merupakan bahan pangan populer di kebanyakan diet orang barat. Beberapa makanan yang lebih populer  adalah daging merah, tiram dan kerang, kacang lima, sayur daun-daunan, dan buah kering.

Fortifikasi Zat Besi

Dibandingkan dengan strategi lain yang digunakan untuk perbaikan anemia gizi besi, fortifikasi zat gizi besi dipandang oleh beberapa peneliti sebagai strategi termurah untuk memulai, mempertahankan, mencapai/mencakup jumlah populasi yang terbesar, dan menjamin pendekatan jangka panjang.  Fortifikasi zat besi tidak menyebabkan efek samping pada saluran pencernaan. Inilah keuntungan pokok dalam hal keterterimaannya oleh konsumen dan pemasaran produk-produk yang diperkaya dengan besi. Penetapan target penerima fortifikasi zat besi, yaitu mereka yang rentan defisiensi zat besi, merupakan strategi yang aman dan efektif untuk mengatasi masalah anemi besi.  Pilihan pendekatan ditentukan oleh prevalensi dan beratnya kekurangan zat besi.

Tahapan kritis dalam perencanaan program fortifikasi besi adalah pemilihan senyawa besi yang dapat diterima dan dapat diserap. Harus diperhatikan bahwa wanita hamil membutuhkan zat besi sangat besar selama akhir trimester kedua kehamilan. Terdapat beberapa fiortifikan yang umum digunakan untuk fortifikasi besi seperti besi sulfat besi glukonat, besi laktat, besi ammonium sulfat, dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

INNAG. 1993. Iron EDTA for food fortifikation. A report of the INAAG. Washington,DC. USA.

Komari. Ketersediaan biologis mikroenkapsul zat besi untuk fortifikasi ganda. Penelitian Gizi dan Makanan 1995; 18: 110 – 114 

Zimmermann MB et al. 2003. Dual Fortification of Salt with iodine and microencapsulated iron : a randomized, double-blind, controlled trial in Morrocan School Children. Am. J. Clin. Nutr.2003; 77: 425 – 32.

Zair, Abdul. 2005. Metabolisme Zat Besi. Sinar Bangsa Inc. Padang

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*