
Lapar adalah suatu respons psikologis ketika perut kita kosong (Fibrianto et al. 2019). Terdapat suatu ukuran yang menilai seberapa besar kemampuan suatu makanan untuk memberikan efek kenyang. Ukuran itu disebut dengan Indeks Satiety (Satiety Index). Indeks ini berbasiskan data isoenergik dari beberapa macam makanan yang disajikan. Setiap makanan memiliki kandungan zat yang dapat membentuk energi (karbohidrat, protein dan lemak) yang berbeda-beda.
Isoenergik menentukan jumlah porsi dari setiap jenis makanan tersebut untuk diperoleh nilai energi (kalori) yang sama. Contoh: untuk menghasilkan energi 1000 kJ, telur perlu dikonsumsi sebanyak 159 g, sedangkan crackers hanya perlu sebanyak 58 g (Holt et al. 1995). Standar makanan yang digunakan untuk mengukur indeks satiety ini adalah roti tawar putih yang memiliki nilai 100%. Semakin tinggi indeks satiety menunjukkan bahwa makanan tersebut semakin besar kemampuannya dalam memberikan efek kenyang. Beberapa makanan yang memiliki indeks satiety tinggi adalah roti gandum, kentang rebus, nasi merah, nasi putih, ikan dan telur. Sementara makanan yang memiliki indeks satiety rendah ialah cakes, croissant, donat, dan kacang-kacangan.
Efek Pengolahan Terhadap Persepsi Kenyang
Pada pembuatan bubur, takaran beras dan air yang digunakan biasanya adalah 1:10. Hal ini tentu sangat berbeda dengan ketika menanak nasi, yang biasanya menggunakan takaran beras dan air 1:1.5 atau 1:2. Akibatnya, dengan porsi yang sama, bubur memiliki kandungan beras yang lebih sedikit. Telah kita ketahui bersama bahwa beras mengandung karbohidrat kompleks yaitu pati yang membutuhkan waktu transit di dalam perut untuk dicerna. Proses pengolahan bubur menyebabkan pati mengalami gelatinisasi berlebih (over gelatinization). Hal ini berakibat pada daya cernanya yang semakin tinggi. Daya cerna yang tinggi mempercepat waktu transit makanan di dalam perut, sehingga kita lebih cepat merasa lapar. Perut yang lapar membuat nafsu makan menjadi meningkat sehingga kendali diri untuk memilih makanan yang sehat dapat menurun.
Indeks Glikemik Bubur dan Nasi
Daya cerna yang tinggi pada bubur beras juga berpengaruh pada kecepatan naiknya indeks glikemik. Indeks glikemik (IG) merupakan tingkatan pangan menurut kemampuannya meningkatkan kadar gula di dalam darah. Bahan pangan dikategorikan menjadi rendah, sedang dan tinggi menurut nilai indeks glikemiknya. Rendah apabila nilai IG <55, sedang apabila nilai IG diantara 55-70, dan tinggi apabila nilai IG >70. https://majalahpangan.com/2020/03/15/beras-pulen-dan-pera-mana-yang-lebih-sehat/ Indeks glikemik bubur beras berada di kisaran angka 100 (tinggi) sedangkan nasi putih dari beras berada sekitar angka 70 (sedang) (Luvi 2015; Widowati 2009; BBPadi 2014).
Oleh karena itu, jika mengkonsumsi bubur beras sebaiknya dikombinasikan dengan makanan berprotein hewani seperti daging ayam atau telur agar lebih mampu memberikan efek kenyang.
Referensi
BBPADI. 2014. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian.
Fibrianto K, Syahrastanim H, Nisa LA, Wahibah LY. 2019. The Infuence of Food Dimension (Texture and Volume) From Processed Rice (Steamed Rice, Lontong and Ketupat) to The Perception of Satiety and Consumer Satisfaction Level. Advances in Food Science, Sustainable Agriculture and Agroindustrial Engineering. 2(1): 14-20.
Holt SHA, Miller JCB, Petocz P, Farmakalidis E. 1995. A Satiety Index of Common Foods. European Journal of Clinical Nutrition. 49: 675-690.
Luvi, NZ. 2015. Perbandingan Indeks Glikemik dan Beban Glikemik antara Bubur Ayam Instan dan Bubur Ayam Tradisional. [Skripsi]. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Widowati, S. 2009. Penurunan Indeks Glikemiks berbagai Varietas Beras melalui Proses Pratanak. Jurnal Pasca panen. 6 (1): 1-9.
Leave a Reply