
Proses termal merupakan salah satu proses penting dalam pengolahan pangan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu dan membantu meningkatkan keamanan pada produk pangan. Dalam proses pemanasan pada produk pangan ada berbagai faktor yang harus diperhatikan antara lain tujuan pemanasan, karakteristik bahan pangan, adanya kombinasi proses pengawetan, dan resistensi mikroba target. Misalnya pada produk berasam rendah dapat menggunakan perlakuan panas dengan suhu yang tidak terlalu tinggi. Pada karakteristik bahan pangan harus diperhatikan adanya komponen pada bahan pangan yang dapat memperlambat laju penetrasi panas pada produk sehingga dapat menjamin kecukupan panas pada produk.
Jenis-Jenis Proses Termal
Ada berbagai jenis proses termal yang sering digunakan dalam proses pengolahan seperti proses blansing, pasteurisasi, dan sterilisasi komersial. Proses blansing biasa dilakukan dengan memberikan panas pada produk buah dan sayuran. Tujuan utama proses ini adalah untuk menginaktivasi enzim pada jaringan sayur dan buah. Proses pasteurisasi merupakan proses pemanasan bahan pangan dengan menggunakan suhu dibawah 100 oC. Pasteurisasi dapat dibedakan menjadi proses High Temperature Short Time (HTST) dan Low Temperature Long Time (LTLT). HTST merupakan proses pemanasan dengan menggunakan suhu sekitar 73oC selama 15 detik sedangkan LTLT merupakan proses pemanasan dengan menggunakan suhu sekitar 60oC selama 30 menit. Penyimpanan produk hasil pasteurisasi biasanya dikombinasikan dengan penyimpanan suhu dingin untuk meningkatkan umur simpan produk. Hal ini berbeda dengan proses sterilisasi komersial yang menggunakan suhu diatas 100oC, proses ini bertujuan untuk membunuh baik bakteri perusak maupun patogen (misalnya spora Clostridium botulinum) sehingga produk yang dihasilkan memiliki umur simpan yang lebih lama. Salah satu contoh penerapannya adalah pada proses pengalengan pangan yang menggunakan suhu 121oC selama 15 menit. Penerapan lain dari proses sterilisasi komersial yaitu proses Ultra High Temperature (UHT) dengan menggunakan suhu sekitar 140-150oC selama beberapa detik. Proses ini biasanya dikombinasikan dengan proses pengemasan aseptic (Marsh dan Bugusu, 2007).
Bahan Pengemas yang Digunakan pada Proses Termal
Untuk mencapai perlindungan terhadap produk yang lebih baik pada proses termal maka pemilihan bahan pengemas yang tepat menjadi salah satu faktor penting. Pemilihan bahan pengemas yang tepat akan memberikan efektifitas pada proses pemanasan sehingga dapat dihasilkan produk yang aman. Beberapa jenis bahan pengemas yang sering digunakan dalam proses termal antara lain bahan metal, gelas, rigid plastic, retortable pouches, dan karton steril (Marsh dan Bugusu, 2007).
Bahan Gelas
Bahan gelas sering digunakan pada pengemasan produk pangan dan minuman. Keuntungan dari penggunaan bahan ini adalah interaksi dengan bahan pangan yang cukup rendah dan kemudahan konsumen untuk melihat produk pangan tersebut. Namun, penggunaan bahan gelas memerlukan perhatian lebih pada saat aplikasi proses pemanasan misalnya pada saat pasteurisasi. Sebelum digunakan, gelas harus diperlakuan pre-heating terlebih dahulu untuk menghindari terjadinya thermal shock. Selain itu, penggunaan tekanan yang tepat pada saat proses retort dapat mencegah terjadinya kerusakan pada tutup gelas. Penutup yang digunakan pada wadah gelas dapat terbuat dari bahan logam maupun non-logam (Holdsworth dan Simpson, 2016).

Rigid Plastic
Syarat utama untuk penggunanan bahan plastik adalah dapat mempertahankan tingkat kekakuannya pada saat proses pemanasan dan pendinginan. Untuk itu, perlu diperhatikan penggunaan tekanan yang tepat untuk mempertahankan keseimbangan tekanan internal selama proses pemanasan. Bahan plastik utama yang sering digunakan pada produk dengan perlakauan pemanasan yaitu polyprophylene dan polyethylene tetraphthalate (PET). Bahan ini dibuat bersama dengan lapisan penahan oksigen seperti ethylvinylalcohol, polyvinylidene, dan polyamide. Bahan multilayer ini dapat digunakan untuk mengahasilkan kemasan yang fleksibel dan semi-rigid. Pengembangan bahan pengemas ini cukup potensial untuk beberapa waktu kedepan, misalnya aplikasi pada produk pangan ready to eat dengan menggunakan microwave (Holdsworth dan Simpson, 2006).

Retortable Pouches
Jenis pengemas ini awalnya digunakan pada ransum tentara Amerika pada tahun 1950. Ide awal yang dikembangkan adalah untuk menghasilkan jenis pengemasan pangan yang ringan, mudah dibawa, dan mampu mempertahankan umur simpan produk pangan. Retortable pouch merupakan kombinasi kelebihan dari bahan pengemas metal dan plastik. Bahan ini terdiri dari lapisan yang dapat berperan sebagai penghalang oksigen dan air yang baik. Retortable pouch dapat bertahan pada suhu pemanasan hingga 116-121oC. Secara umum, retortable pouch terdiri dari empat lapisan antara lain lapisan terluar yang terbuat dari polyethilene terepthalate (PTFE) untuk menahan panas, lapisan alumunium foil untuk menahan oksigen atau cahaya, lapisan nylon untuk melindungi dari abrasi, dan lapisan terdalam yang terbuat dari polypropylene. Setiap lapisan memiliki bahan perekat satu sama lain (Holdsworth dan Simpson, 2006).
Berbagai jenis tipe geometri pouch tersedia seperti pillow pouch yang terdiri dari wadah yang berbetuk persegi. Pillow pouch sukses dibuat dan dipasarkan di Jepang. Contoh lainnya adalah gusset pouch yang hampir sama dengan pillow pouch namun memiliki dasar sehingga wadah ini dapat berdiri. Keuntungan dari penggunaan bahan retortable pouch sebagai bahan pengemas yaitu menghasilkan produk yang lebih aman. Seperti diketahui pada bahan pengemas seperti gelas, salah satu sumber kontaminasi dapat berasal dari kontak dengan tutup wadah. Keuntungan lainnya adalah ukuran retortable pouch yang relatif lebih ramping sehingga lebih mudah diatur. Selain itu, kemasan jenis ini membutuhkan panas yang lebih sedikit dibandingkan dengan bahan pengemas kaleng sehingga hal ini dapat menghemat energi secara signifikan (Holdsworth dan Simpson, 2006).
Kemasan Retortable Pouches Kemasan Retortable Pouches
Logam (kaleng)
Makanan kaleng merupakan makanan yang diproses secara sterilisasi komersial dan dikemas secara hermetis menggunakan kaleng sehingga memiliki umur simpan yang panjang. Sebagian besar makanan kaleng tidak mengandung mikroba. Namun, jika terdapat mikroba maka tidak dapat tumbuh dikarenakan kondisinya yang tidak cocok. Pengemas pada proses pengalengan dapat berupa kaleng logam, glass jars, botol plastik, atau retort pouch. Setelah produk diisikan, wadah kemasan kemudian ditutup secara hermetis. Produk yang telah terkemas kemudian masuk ke dalam proses sterilisasi (sterilisasi komersial dan/ atau hingga mencapai nilai F tertentu). Terdapat beberapa macam tipe sterilisasi yang digunakan pada industri pengalengan. Tipe sterilisasi tersebut diantaranya: batch retorts, continuous hydrostatic sterilizers, dan continuous rotary sterilizers. (Sun, 2012).

Daftar Pustaka
Holdsworth, S.D. dan Simpson R. 2016. Thermal Processing of Packaged Foods. Third Edition. Switzerland: Springer International Publishing
Marsh, K. dan Bugusu B. 2007. Food Packaging – Roles, Materials, And Environmental Issues. Journal Of Food Science. 72: 39-55
Sun, D.W. 2012. Thermal Food Processing (New Technologies and Quality Issues). Boca Raton: CRC Press
Leave a Reply